Jumat, 08 April 2011

Hutan Desa

Pengelolaa Hutan Desa Sebagai Salah Satu Alternatif Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Terutama dalam Kaitannya dengan Wacana Otonomi, Khususnya Otonomi Desa

Pendahuluan
Hutan merupakan sumber daya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya. Sebagai anugerah tersebut hutan mempunyai nilai filosofi yang sangat dalam bagi kepentingan umat manusia. Namun demikian nilai filosofi hutan tersebut terus menerus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan selama ini kurang memperhatikan arti hakekat yang terkandung pada filosofi hutan sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu.

Masalah, Kondisi Hutan
Permasalahan yang dihadapi sector kehutanan saat ini adalah kondisi hutan yang mengalami degradasi cukup tajam. Kondisi ini mengakibatkan hutan tidak mampu lagi menjadi penyangga bagi kelestarian alam. Berbagai bencana alam yang terjadi belakangan ini menunjukkan keseimbangan dan kelestarian alam yang semakin terganggu.
Pengelolaan hutan saat ini lebih mengejar profit yaitu mencari keuntungan ekonomi semata, dan bahkan Negara secara sentralistis mengeksploitir hutan sehingga fungsi social kepentingan umum terabaikan.
Pengelolaan hutan yang dilakukan selama ini menimbulkan konflik kepentingan antara pusat dengan daerah dan masyarakat setempat. Kebijakan-kebijakan yang diambil selalu mendahulukan kepetingan pusat dan sering mengabaikan kepentingan masyarakat daerah, sehingga pengelolaan hutan yang semula bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk mensejaterahkan masyarakat hanya mensejahterahkan segelintir orang.
Kesalahan pengelolaan hutan oleh pusat dan penyalaghgunaan HPH oleh beberapa pengusaha telah mengakibatkan luas hutan berkurang drastic dan kerusakan hutan semakin parah. Setiap tahunnya terjadi degradasi hutan sebesar 1,7 Ha, sehingga di Sumatera luas hutan tinggal 27% dan Kalimantan 34%. Penyebab kerusakan lainnya adalah penebangan liar (illegal), kebakaran dan penjarahan hutan yang dilakukan masyarakat maupun perusahaan swasta. Jika diidentifikasi lebih lanjut penyebab dari kondisi kehutanan saat ini adalah kekeliruan pusat dalam menetapkan kebijakan dan regulasi bidang kehutanan. Penyusunan rencana kegiatan dan penetapan kebijakan pengelolaan kehutanan selayaknya melibatkan pemerintah dan masyarakat daerah.

Otonomi Daerah
Undang-undang nomor 22tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah membawa nuansa dan semagat baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Dengan otonomi daerah yang luas dan utuh yang diberikan kepada kabupaten/kota serta otonomi daerah terbatas kepada Propinsi, UU nomor 22 tahun 1999 mengakui hak-hak yang dimiliki dalam mengelola segala aspirasi, tuntutan dan kebutuhan masyarakatnya. Hal ini juga sekaligus mendorong timbul tumbuhnya kreativitas daerah dalam mengelola segala sumber daya yang terdapat di daerah untuk kepentingan dan kesejahteraan seluruh masyarakatnya.
Otonomi daerah menunjang nilai dan prinsip dari demokrasi. Dengan otonomi daerah yang luas dan utuh yang dimiliki kabupaten/kota maka segala petensi keanekaragaman yang dimiliki daerah akan dapat dikembangkan dan dimanfaatkan semaksimal mungkin demi kesejahteraan masyarakat, karena kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam yang dimiliki setiap daerah merupakan asset yang tidak ternilai harganya. Pengelolaan kekayaan sumber daya alam daerah khususnya bidang kehutanan membutuhkan dukungan dari penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dan utuh. Desentralisasi kebijakan dan pengelolaan kehutanan akan dapat mendorong peran serta masyarakat menggali dan memanfaatkan serta menjaga kelestarian sumber daya secara optimal.

Desentralisasi Kehutanan
Pengelolaan hutan yang bersifat sentralistik selama ini telah membaa dampak yang sangat merugikan bagi kelestarian alam dan lingkungan serta system social di tengah masyarakat daerah. Sejalan dengan semangat otonomi daerah yang telah dimulai dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan saat ini maka diperlukan juga adanya desentralisasi pengelolaan kehutanan. Melalui desentralisasi kehutanan dapat dilakukan perencanaan dan penetapan regulasi pengelolaan hutan secara lebih spesifik sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah.
Diberikannya kewenangan kepada daerah dalam mengelola hutan berarti mendukung penyelenggaraan otonomi daerah dimana diakuinya hak-hak daerah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Keterlibatan dan keikutsertaan daerah dalam pengelolaan hutan dalam kerangka desentralisasi kehutanan diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Karena pemerintah daerah bertanggung jawab kepada masyarakat melalui institusi perwakilan rakyat, maka setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan hutan akan diawasi oleh masyarakat. Maka kemungkinan lahirnya kebijakan pengelolaan hutan yang membahayakan kelestarian dan keseimbangan alam dapat dieleminir. Dengan desentralisasi kehutanan diharapkan dapat dijawab berbagai permasalahan dalam pengelolaan hutan yang dialamai selama ini. Melalui desentralisasi kehutanan dapat dilakukan perencanaan dan penetapan regulasi pengelolaan hutan secara lebih spesifik sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Hal itu dimungkinkan dengan dilibatkan dan diberikannya wewenang yang memadai bagi daerah (pemerinta, masyarakat dan dunia usaha) dalam perencanaan, penetapan regulasi dan pengelolaan hutan tersebut.
Untuk dapat mewujudkan desentralisasi pengelolaan kehutanan sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah maka perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan dan regulasi tentang kehutanan yang ada selama ini. Di samping menyesuaikan kebijakan dan regulasi lama yang ditetapkan sebelum lahirnya UU no. 22 tahun 1999 juga mungkin perlu peninjauan kembali terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 1998 tentang Perhutani dan Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan sehingga dapat sesuai dan sejalan dengan jiwa dan semangat UU 22/1999. Akhirnya dapat kita simpulakan bahwa pengelolaan hutan selama ini :
• Menimbulkan degradasi sumber daya alam hutan dari kuantitas maupun kualitas hutan yang akhirnya mendatangkan dampak negatif terhadap lingkungan yang memicu terjadinya bencana alam.
• Menimbulkan berbagai konflik kepentingan antaa pusat-daerah dan pemerintah-masyarakat
• Menimbulkan monopoli pegusahaan kehutanan di kalangan pengusaha besar.

Permasalah tersebut merupakan dampak yang ditimbulkan pengelolaan hutan yang bersifat sentralistik. Di level undang-undang, diakui banyak pihak terdapat beberapa kontradiksi dalam Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU kehutanan. Semangat otonomi daerah bahkan secara implicit sampai desa, dimana daerah Kabupaten mampu mengelola wilayahnya sendiri, termasuk kawasan hutannya, tidak terjadi pada Undang-undang Kehutanan, dimana perijinan masih dominant berada di tangan Menteri.
Bntuk dan model penelolaan hutan Adat, hutan Kampung, Simpuluk (Kalimantan) Parak (sebagai salah satu asset Nagari di Sumbar), Repong Damar, Hutan Pekon, Hutan Desa dll, sudah eksis dan sebagai sumber penghidupan dan perekonomian lokal. Berbagai model pengelolaan hutan oleh masyarakat tersebut, di samping berbasis individu juga kental dengan semangat komunalisme, karena merupakan asset wilayah desa, kampong atau nagari. Aset-aset tersebut jika dicermati adalah sebagai sumber kekayaan desa yang diharapkan mampu mendorong percepatan pembaharuan des dan masyarakatnya.


Otonomi Desa
Setelah sekian tahun berjalan, sampai saat ini masyarakat desa masih belum menerima dampak positif dari desentralisasi. Apalagi dalam pengelolaan sumber daya alam, terutama untuk kawasan suaka alam dan kawasan konservasi yang merupakan hak prerogratif pemerintah pusat, sehingga masyarakat seringkali hanya menjadi objek. Pada saat desa diberi otonomi penuh, maka yang akan terjadi adalah konflik antara Bupati dengan Kepala Desa. Selain itu apabila desa diberikan diberikan keleluasaan untuk membuat BUMDes dan BUMDes diberikan keleluasaan untuk membuat kerjasama dengan pihak luar, maka BUMDes bisa menjadi jalur bagi masuknya modal asing. Apabila ini terjadi maka bagaimana akan mewujudkan kesejahteraan sebanyak-banyak rakyat? Bebarapa pemikiran yang mengkhwatirkan dampak dari globalisasi dan terbukanya transaksi Desa dengan pihak luar, cukup beralasan. Jika transaksi tanpa kendali dalam koteks desa secara otonom mempunyai kewenangan penuh dalam menentukan dirinya sendii.

Apakah Itu Hutan Desa?
Desa sejak dahulu tidak sekedar dipahami sebagai pemerintah desa , tetapi seperti Negara juga mecakup wilayah, masyarakat, dan juga pengakuan dari luar, dalam hal ini Negara. Desa biasanya mempunyai wilayah pengakuan desa yang dikelola baik sebagai sumber pendapatan ekonomi, konservasi maupaun kedaulatan desa. Wilayah itu bisa berwujud hutan dan atau tanah desa atau sering disebut tanah ulayat atau tanah adat. Kemudian karena kondisi social politik Negara yang kemudian menetapkan semua wilayah hutan yang secara formal tidak dibebani hak milik menjadi kawasan hutan Negara, mengakibatkan wilayah pengakuan desa pun secara otomatis diambil alih oleh Negara menjadi yang kita kenal sekarang adalah Hutan Negara. Padahal kalau kita baca monografi desa-desa pasti masih terdapat hutan-hutan yang masuk wilayah administrasi desanya. Tetapi ralitanya desa dan masyarakatnya hanya menjadi penonton dan kena getah petama kali jika terjadi masalah pada hutan-hutan tersebut.
Konfigurasi penyeragaman seperti terlihat dalam UU No. 05 tahun 1974 yang disusul pelemahan desa menjadi hanya sekedar wilayah administrasi terkecil di bawah kecamatan yang tidak mempunyai kekuasaan mengatur diri sendiri, mengakibatkan berubahnya struktur, posisi bahkan wilayah desa. Terjadi banyak pemekaran dan atau penggabungan desa-desa yang sering kali memandang fakator asal-usul dan kesejarahan, sehingga praktis identitas dwsa asal sebagai suatu wilayah otonom menjadi kabur dan bahkan hilang.


Sejak tumbangnya pemerintahan Orde Baru, kemudian memasuki era Reformasi timbul semangat dan tuntutan baik dari arus bawah maupun tekanan internasional untuk melakukan tata pemerintahan yang baik dan demokrtatis pada semua sector. Wacana otonomi daerah mulai diimplementasikan dengan dikeluarkannya UU no. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU no. 25 tahun 1999, tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Undang-undang kehutanan meski belum sepenuhnya ideal tetapi sudah ditetapkan dan menjadi acuan pengelolaan hutan Indonesia. Undang-undang kehutanan yang pada konsideren juga mengacu pada Undang-undang Agraria dan Undang-undang pemeritahan daerah, meski tida konsisten tetapi sedikit banyak terdapat semangat pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan penyerahan sebagian urusan kepada daerah kabupaten.
Awang (2003) membagi pengertian Hutan Desa dari beberapa sisi pandang, yaitu :
(a) dilihat dari aspek territorial, hutan desa adalah hutan yang masuk dalam wilayah administrasi sebuah desa definitive dan ditetapkan oleh kesepakatan masyarakat
(b) dilihat dari aspek status, hutan desa adalah kawasan hutan Negara yang terletak pada wilayah administrasi desa tertentu dan ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan desa.
(c) Dilihat dari aspek pengeloaan, hutan desa adalah kawasan hutan milik rakyat dan milik pemerintah (hutan Negara) yang terdapat dalam satu wilayah administrasi desa tertentu dan ditetapkan secara bersama-sama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat sbaai hutan desa yang dikelola oleh organisasi masyarakat desa.

Sementara Dama (1999) pada awal menggulirkan konse hutan desa mendefinisikan hutan desa seagai kawasan hutan Negara yang masuk dalam wilayah desa tertentu dan dikelola oleh masyarakat desa tertentu. Satu defenisi yang masih cenderung mengikuti bahasa undang-undang. Dalam perjalanannya ketika berinteraksi langsung di lapangan, membicarakan pengelolaan hutan di desamemang harus holistic dan integrasi dengan pembangunan pedesaan. Sebagai satu kesatuan wilayah maka dari aspek status pengeloaan hutan desa harus mencakup status hutan Negara dan hutan rakyat yang ada di desa tersebut. Lembaga dan actor pengelola akan tergantung pada kesiapan dan kondisi masing-masing lokasi. Yang pasti masyarakat desalah sebagai actor utama pengelola, meskipun nantinya berbetuk kelompok tani, badan hukum perkumpulan, koperasi dan lain sebagainya.
Pada tingkat peraturan, seperti Kepmendagri No. 64 / 1999 dan juga berbagai peraturan turunan PP No. 25/2000, menyebutkan hutan desa sebagai salah satu sumber kekayaan desa. Penyebutan tanpa penjelasan tersebut di samping menimbulkan berbagai pertanyaan tetapi juga menjadi peluang untuk mengimplementasikan konsep hutan desa, tidak mesti menunggu definisi baku dari pemerintah, tetapi bisa berangkat dari kesepakatan masing-masing elemen desa, yang mestinaya bisa diperkuat hanya dengan peraturan desa.

Mensejahterahkan Masyarakat Pedesaan dengan Hutan Desa
Masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan mendapat akses legal untuk mengelola hutan negar dimana mereka hidup dan bersosialisasi. Hutan Negara yang dapat dikelola oleh masyarakat pedesaan disebut Hutan Desa. Pemberian akses ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan No: P.49/Menhut-II/2008, tentang hutan desa, yang ditetapkan pada tanggal 28 Agustus 2008. Adapun kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan, dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan. Penetapan areal kerja hutan desa dilakukan oleh Menteri Kehutanan berdasarkan usulan Bupati/Waikota
Untuk dapat mengelola hutan desa, Kepala Desa membentuk Lembaga Desa yang nantinya bertugas mengelola hutan desa yang secara fungsional berada dalam organisasi desa. Yang perlu dipahami adalah hak pengelolaan hutan desa ini bukan merupakan kepemilikan atas kawasan hutan, karena itu dilarang memindahtangankan atau mengagunkan, atau mengubah status dan fungsi kawasan hutan. Intinya hak pengelolaan hutan desa dilarang digunakan untuk kepentingan di luar rencana pengelolaan hutan, dan harus dikelola berdasarkan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari. Lembaga Desa yang akan mengelola hutan desa mengajukan permohonan hak pengelolaan kepada Gubernur melalui Bupati/Walikota. Apabila disetujui, hak pengelolaan hutan desa diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun, dan dapat diperpanjang setelah dilakukan evaluasi yang dilakukan paling lama setiap lima tahun sekali.
Apabila di areal Hak Pengelolaan Hutan Desa terdapat hutan alam yang berpotensi hasil hutan kayu, maka Lembaga Desa dapat mengaujkan permohonan Inin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) hutan alam dalm Hutan Desa. Dan apabila areal hak Pengelolaan Hutan Desa dapat dikembangkan hutan tanaman, maka Lembaga Desa dapat mengajukan permohonan IUPHHK Hutan Tanaman dalam Huan Desa. Namun dalam pemanfaatannya mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam maupun hutan tanaman. Selain itu pemungutan dibatasi paling banyak 50m3 tiap lembaga desa pertahun.
Dengan mendapat hak pengelolaan hutan desa, masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan bepotensi sangat besar dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Hal ini dimungkinkan karena pemegang hak pengelolaan hutan desa berhak memanfaatkan kawasa, jasa lingkungan, pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Namun untuk di hutan lindung tidak diijinkan memanfaatkan dan memungut hasil hutan kayu. Dalam memanfaatkan kawasan hutan desa, baik yang berada di kawasan hutan lindung maupun hutan produksi masyarakat dapat melakukan bebagai kegiatan usaha, yaitu budidaya tanaman obat, tanaman hias, jamur, lebah, penangkaran satwa liar atau budidaya pakan tenak. Sedangkan dalam pemanfaatan jada lingkungan dapat melalui kegiatan usaha jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, atau penyerapan dan penyimpanan karbon.
Hasil identifikasi desa yang berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan tahun 2007 yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan dan Biro Pusat Statistik di 15 Propinsi, yaitu Sumut, Sumbar, Riau, Sumsel, Bangka Belitung, Jateng, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kalteng, Kaltim, Kalsel, Sultra, dan Maluku, terdapat 31.957 desa. Dengan rincian 1.305 desa terdapat di dalam kawasan, 7.943 berada di tepi kawasan hutan, dan 22.709 berada di luar kawasan hutan. Dengan hasil identifikasi ini, ke depan diharapkan penerbitan Peratuan Menteri tetang Hutan Desa ini dapat diimplementasikan sesuai dengan harapan, yaitu membeikan akses kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan.

Kesimpulan
Pengelolaan hutan yang bersifat sentralistik selama ini telah membawa dampak yang sangat merugikan bagi kelestariam alam dan lingkungan serta system social di tengah masyarakat daerah. Sejalan dengan semangat otonomi daerah yang telah mulai dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan saat ini maka diperlukan juga adanya desentralisasi pengelolaan hutan.
Dengan Desentralisasi kehutanan diharapkan dapat dijawab berbagai permasalahan dalam pengelolaan hutan yang dialami selama ini. Melalui desentralisasi kehutanan dapat dilakukan perencanaan dan penetapan regulasi pengelolaan hutan secara lebih spesifik sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Hal itu dimungkinkan dengan dilibatkan dan diberikannya wewenang yang memadai bagi daerah dalam perencanaan, penetapan regulasi dan pengelolaan hutan tersebut. Pemberian akses ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 49/Menhut-II/2008, tentang Hutan Desa, yang ditetapkan pada tanggal 28 Agustus 2008. Adapun kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan, dan berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan.

1 komentar:

  1. Togel merupakan game yang menjadi primadona di semua kalangan untuk saat ini. Dengan modal yang sangat kecil dan hadiah JACKPOT yang di berikan oleh MADAM TOGEL yang sangat besar menjadikan game togel hobi yang sangat bermanfaat bagi Anda yang sedang membutuhkan uang di masam pandemi saat ini.

    Untuk meraih JACKPOT yang sangat besar maka dibutuhkan keahlian dalam menentukan angka-angka yang akan dipasang agar menjadi angka yang tepat dengan hasil result yang keluar. Dalam menentukan Angka kali ini https://165.22.110.99/ sudah menyiapkan PREDIKSI MADAM TOGEL untuk menjadi referensi Anda dalam melakukan bettingan.

    Untuk pasaran yang cukup banyak digemari dan hasil result nya pada pukul 13.50, yaitu pasaran togel sydney. Anda semua bisa melihat di PREDIKSI TOGEL SYDNEY sebagai referensi.

    Pasaran yang banyak digemari pecinta togel kedua yaitu pasaran Singapore. Nah, untuk pasaran Singapore kita juga sudah siapkan PREDIKSI SINGAPORE dimana prediksi tersebut sudah dirancang oleh ahli togel dengan rumus-rumus yang hanya ahlinya yang tau^^.

    Sementara itu, pasaran togel Hongkong merupakan pasaran yang sangat ramai saat ini. Untuk memudahkan semua dalam mencapai JACKPOT dalam Togel Hongkong kita juga sudah menyiapkan prediksi yang sangat jitu dan sudah banyak diuji banyak player untuk mencapai jackpot. Jangan khawatir karena PREDIKSI HONGKONG ini berasal dari player-player yang berasal dari Hongkong langsung yang sudah dipastikan tidak asing lagi dalam dunia toto^^

    BalasHapus